Posted 19.18 by
floppynews
Di tengah gencarnya pertemuan partai politik untuk mengagas koalisi, Partai Golkar terbilang lambat dalam mengambil sikap. hal ini tentunya bertolak belakang dengan slogannya "Lebih Cepat Lebih Baik."
Sejak memutuskan pecah kongsi atau "bercerai" dengan Partai Demokrat pada Rapimnas Partai Golkar 23 April 2009 lalu. partai Golkar kini seolah mengobral diri dengan menemui sejumlah elit partai politik. seharusnya sebagai partai besar dan sangat disegani, Golkar lah yang seharusnya didatangi elit partai politik lainnya. namun walaupun telah melakukan hal itu, belum tampak Golkar akan mengambil langkah-langkah strategis. Hal ini disebakan oleh ngototnya Jusuf kalla maju menjadi capres dan diperparah oleh para tokoh yang ditemui JK semuanya juga ingin menjadi presiden, seperti Megawati, Prabowo, atau pun Wiranto.
Jika Partai Golkar tidak segera mengambil langkah strategis, partai yang sangat berjaya pada rezim orde baru tersebut bagaikan cerita Lebay Malang. Karena ragu dan terlalu lama mengambil keputusan akan kehilangan partner atau mitra koalisi. Apabila hal ini terjadi Jusuf Kalla akan sulit untuk mendapat dukungan dari partai-partai politik lainya dalam rangka memuluskan usahanya untuk menjadi presiden RI ke-7. Akibatnya ada kemungkinan partai golkar tidak bisa ambil bagian dalam pemerintahan dan pada akhirnya eksistensi Golkar akan terus meredup dan terlupakan oleh masyarakat pada pemilu 2014 nanti.
Ada solusi yang bisa diambil Partai Golkar, yaitu berkoalisi lagi dengan partai demokrat. caranya dengan mengajukan beberapa kader Golkar sebagai cawapres mendampingi SBY. ada kabar yang menyebutkan bahwa pecah kongsi Demokrat - Golkar beberapa waktu lalu disebabkan karena Partai Golkar hanya mengajukan satu cawapres, yaitu Jusuf Kalla kepada Partai Demokrat. Hal ini tentunya tidak dapat mencapai kata sepakat karena SBY menginginkan cawapres pendampingnya bukan seorang ketua umum partai politik.
Kartiko Wulantomo
153070313
File Under:
Posted 19.16 by
floppynews
Tetap Bersyukur dan Tabah Walau Rugi Menghantui
ketika pagi sudah mulai menghiasi hari, sesosok wanita tua yang bernama Ibu Gito (70 th) sudah bersiap untuk menuju pasar tradisional. Keriput tua tidak menghalangi semangatnya untuk berjuang mencari nafkah, demi kelangsungan hidupnya.Pasar Beringharjo adalah tempat yang setia menemani Ibu Gito sebagai pedagang timbangan besi selama 30 tahun. Setiap jam 8 pagi, ia memulai duduk sambil mengipasi wajahnya agar tetap sejuk. Timbangan yang terbuat dari besi ini, dihargai Rp 200.000,- setiap buahnya. Selain timbangan, ia juga menjual barang-barang yang terbuat dari kuningan, seperti sendok, garpu, poci, seterika arang, dan uang koin tempo dulu.Prinsip dagang jual beli diterapkan oleh wanita ini, sehingga penawaran terhadap barang tidak hanya terhadap barang yang ia jual. Biasanya yang mengunjungi adalah orang yang membutuhkan uang dan pedagang bakulan. Ketika ada orang yang ingin menjual barang kuningannya, penawaran tak lazim dilontarkan. Mereka meminta harga yang tinggi untuk barang-barang mereka yang tergolong antik. Hal ini membuat perasaan Ibu Gito sedih, tetapi senyum tetap menghiasi wajahnya. “Biasanya orang kalau nawar gak kira-kira, dan membuat hati sedih”, ujar Ibu Gito sambil tersenyum tabah.Sekitar satu bulan ini, tidak ada pembeli yang menjamah barang dagangannya. Menunggu dan duduk dengan kaku adalah sikap yang selalu ia lakukan. Padahal, jarang sekali pedagang semacam ini yang berjualan di pasar Beringharjo. Hal ini tidak sebanding dengan perjuangan yang dilakukan wanita ini yang harus melakukan perjalanan dari Wates ke pasar Beringharjo. “meskipun saya capai, tapi saya tetap semangat dagang” ujar lagi wanita tua ini. Selain ia harus mengeluarkan biaya untuk membayar bis kota untuk menuju pasar, ia juga harus membayar lapak kecil yang disediakan pemilik toko penitipan barang, meskipun pemilik toko berbaik hati tidak menentukan harga sewa dan menyuruh Ibu Gito membayar semampunya.Aktivitas semacam ini memang membuat Ibu gito selalu berfikir cermat untuk mengatur uang sakunya yang selalu minim, tetapi yang patut dicontoh dari wanita keriput ini adalah rasa bersyukur yang tetap tinggi terhadap Tuhan, meskipun ia selalu diliputi rasa cemas akibat jarangnya aktivitas jual beli yang ia lakukan. “walau seperti ini, saya tetap bersyukur” berkata lagi wanita ini. Fenomena seperti ini memang tidak hanya dialami oleh Ibu Gito, dan masih banyak lagi pedagang yang harus menanggung kerugian yang merupakan resiko dalam aktivitas ekonomi, Tetapi jarang ada pedagang yang sangat tabah merenungi nasib akibat sering mengalami kerugian seperti Ibu gito ini.(rng)
F. BRIAN RANGGA K. - 153070080
File Under:
Posted 05.06 by
floppynews
“Hidupku tergantung pada penjualan es dawet” kata itu yang keluar dari mulut pak lamtaro si tukang es dawet yang berjualan setengah umurnya demi menghidupi keluarganya.
Lamtaro (40) seorang pedagang dawet yang biasa mangkal di dapan pasar beringharjo mulai berjualan dari jam Sembilan pagi sampai jam tujuh malam, bapak asli bantul ini sudah 20 tahun berjualan es dawet, dengan wajah yang pantang menyerah ini dia menjual es dawetnya dengan harga 2500/gelas, bapak dua anak ini merasa cukup senang dengan profesinya ini, walaupun melihat persaingan sesema pedagang es dawet di malioboro makin banyak pak lamtaro merasa tidak ada kekhawatiran karena “Rejeki seseorang sudah ada yang mengatur” ucapnya sambil melayani pembeli,Ada sekitar 15 pedagang es dawet yang tersabar di daerah malioboro dan kebanyakan masih ada hubungan darah. Bapak berbadan gendut ini bisa memperoleh ongset 300 ribu pada hari-hari biasa, tapi kalau hari libur ongsetnya bisa mencapai 500 ribu sehari. Usaha turun-temurun ini sudah bisa menyekolahkan anaknya sampai kejenjang kuliah, anaknya yang pertama kuliah di UGM jurusan hukum semester enam, dan si bungsu masih duduk di bangku SD, sedangkan sang istri berjualan es dawet juga di rumah
nama: ikhsan Hikmawan
Nim: 153070334
File Under:
Posted 05.06 by
floppynews
Dipo sumaryanto (40) itulah nama asli sosok tukang becak yang sering mangkal di kawasan Malioboro. Dia bekerja demi menghidupi istri dan anaknya tanpa berkeluh kesah untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya.
Bila anda berlibur ke kota jogjakarta, jangan ragu untuk menyebut Yogyakarta sebagai tempat wisata Terkemuka di Indonesia, selain Bali karena objek wisatanya yang jaraknya saling berdekatan. Anda bisa menjangkaunya dengan menumpang delman atau Becak sedangkan untuk wisata yang jauh tersedia transportasi seperti taksi, trans jogja, ojek.misalnya bapak dipo (40) yang sehari-harinya berprofesi sebagai tukang becak yang sering mangkal diKawasan malioboro bersama rekan seprofesinya. Bapak dua orang anak ini memulai menarik becaknya mulai jam 05:00 wib, untuk mengantar para pedagang sayuran untuk berjualan di pasar dan setelah itu dia menunggu penumpang yang lain untuk di antarkan ke pusat perbelanjaan dan objek wisata di sekitaran malioboro. Biasanya bapak dipo mendapatkan penghasilan dalam sehari berkisar Rp.150.000, ongkos sekali jalan biasanya bapak dipo memberikan tarif seharga Rp.5000-Rp.15.000 tergantung jauh dekatnya tempat yang di kunjungi.
Disisi lain Kehidupan Bapak Dipo, sehabis bekerja, dia meluangkan waktunya untuk bekumpul bersama anak-anaknya membagi kebahagiaan dan setelah itu bapak Dipo membantu istrinya berjualan nasi gudeg dikawasan tempat tinggal mereka sendiri di jalan wates. Dengan pekerjaan ini dia sangat senang menjalankan profesinya meskipun pekerjaannya susah bagi orang-orang pada umumnya, tetapi dia bekerja demi menghidupi keluarganya dan memberikan pendidikan ke dua anaknya agar anaknya kelak bisa mencari pekerjaan yang penghasilannya lebih tinggi diBandingkan seorang tukang becak yang penghasilannya tidak seberapa.Dengan ia bekerja sebagai tukang becak, bapak dua orang anak ini menabung hasil dari payah mereka setiap hari untuk memenuhi cita-citanya yaitu dengan membuka usaha restoran agar nanti penghasilannya lebih baik lagi dan hidup dengan berkecukupan.
Nama:Muhammad mulyadi (153070329)
File Under:
Posted 02.47 by
floppynews
FEATURE
“Malioboro memang ramai terus, tapi dagangan saya belum laku-laku”. Itulah kalimat yang dikatakan Ibu Jumianti (65) pedagang sate keliling yang berjualan di daerah jalan Malioboro. Ia taka habis pikir mengapa Malioboro yang begitu ramai ini, tidak bisa meramaikan suasana hatinya yang sepi.
Hari-hari yang dijalani Ibu Jumianti begitu sunyi, pedagang sate keliling asli Jogja ini, berjualan demi manyambung hidupnya yang hanya sebatang kara. “saya sekarang tinggal sendiri, suami saya sudah meninggal 8 tahun yang lalu, dan anak saya masing-masing sudah menjadi ibu rumah tangga dan yang laki-laki sekarang berada di Batam” kata ibu yang sudah 14 tahun berdagang sate keliling ini. “Bagaimana dikirim uang anak saya yang laki-laki saya saja di Batam bekerja jadi apa saya tidak tahu” jawabnya ketika ditanya apakah anaknya sering mengirim uang. Dia juga menambahkan bahwa dia sangat rindu dan sangat ingin bertemu dengan anak laki-lakinya itu. “namanya orangtua, pasti ya ingin melihat anaknya sukses, walaupun tidak dikirim uang juga tidak apa-apa yang penting sudah liat anaknya bahagia” tambah ibu yang berbadan kurus ini. Anak laki-lakinya yang bernama Agus ini memang sudah pergi meninggalkannya selama 4 tahun, dan selama 4 tahun pula dia mulai bekerja sendiri.
Pengahasilan Ibu Jumianti pun tak seberapa, hanya Rp.8 ribu sampai 13 ribu per harinya. Hanya segelinitr orang saja yang mau membeli dagangannya. Ia tak habis pikir kenapa semakin lama dagangannya semakin kurang diminati oleh para pejalan kaki di Malioboro. “Jualan dagangan atau makanan apa saja disini sekarang kurang laku, jadi ya saya tetap berdagang sate saja” kata ibu Jumianti. Hal yang sama diakatakan oleh Ibu Rosianti (52) pedagan pecel dan Ibu Siti Fatimah (56) pedagang bakpia patok yang berjualan di depan dan samping Ibu Jumianti. “yang ramai kan orang yang berjalan kaki di Malioboro, tapi yang beli dagangan kami tetap saja sepi.” Begitu kedua ibu ini menambahkan. Mereka hanya berharap mendapat bantuan dari pemerintah yogyakarta entah itu berupa apa. Dan mereka berpesan pada mahasiswa untuk terus belajar dengan giat agar tidak menjadi seperti mereka.
Aga Mandala N (153070355)
File Under:
Posted 20.25 by
floppynews
Berawal hidup pas-pasan dan serba hemat akhirnya bisa mempunyai motor
Pria bertubuh kurus dan berjenggot yang sering disapa dengan sebutan Narno, berusia 47 tahun yang rela hidup diantara sampah-sampah demi sesuap nasi untuk Istri dan kedua anaknya. Tiap hari tanpa mengenal waktu, tanpa merasa malu dan tanpa menghiraukan panasnya terik sinar matahari yang menyengat kulit, dia mulung sampah dari pagi hingga sore hari, bahkan untuk menyisihkan sedikit uangnya pria bertubuh kurus ini rela makan hanya sekali demi untuk menyekolahkan anaknya dan untuk menggapai impiannya untuk membeli sepeda motor. Kini kedua anak narno pun sudah selesai sekolah dan kini mereka bekerja di sebuah dipabrik.Istri narnopun juga memiliki semangat yang tinggi demi untuk menyambung hidupnya,Ia menerima baju-baju kotor dari tetangganya untuk kemudian di cuci. Semangat yang dimiliki keluarga narno untuk menyambung hidup sangatlah besar, hingga akhirnya pada tahun 2006 narno bisa menggapai impiannya untuk memiliki sepeda motor yang menjadi impiannya sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu, walaupun motor yang dimiliki narno tidak begitu bagus dan tanpa ada surat-surat akan tetapi narno sangatlah senang dan bersyukur.
File Under: